GOLKAR SEWOT TAK DAPAT ALAT KELENGKAPAN DEWAN

Tim Redaksi
0
RadarBekasi.id – Kekuatan Partai Golongan Karya (Golkar) di DPRD Kota Bekasi patut dipertanyakan. Pasalnya, partai dengan 8 kursi di parlemen tersebut tidak satupun mendapatkan posisi dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Sebaliknya, partai yang perolehan kursi lebih sedikit justru mendapatkan posisi ketua. (Lihat Grafis).

Ya, Paripurna pembentukan AKD DPRD Kota Bekasi kemarin berjalan alot, rapat dihujani interupsi. Beberapa kali rapat diwarnai perdebatan antar anggota dewan dalam perebutan kursi jabatan didalam AKD yang dibentuk, Jumat (4/10).
Sebelum rapat paripurna, dalam rapat komisi untuk menentukan pimpinan masing-masing komisi sudah tercium aroma perdebatan, hingga salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) meniggalkan ruangan sidang atau Walk Out.

sumber: https://radarbekasi.id/2019/10/05/golkar-sewot/#
Saat ditemui usai keluar dari ruang komisi, anggota DPRD Fraksi Golkar Pembangunan, Sholihin menilai ada intrik untuk membelot dari kesepakatan politik yang sudah terlebih dahulu dilakukan antar fraksi. Bahkan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai yang terjadi pada rapat tersebut yakni pengkhianatan.
Walk out, semua walk out, nanti pimpinan haji Edi akan walk out, karena in tidak sesuai kesepakatan politki oleh teman-teman fraksi yang ada di DPRD, berarti ini ada apa,” katanya di luar ruang komisi.
Sementara itu, berselang beberapa waktu rapat paripurna dimulai, ketua DPRD baru saja membuka rapat, anggota DPRD dari fraksi Golkar Pembangunan langsung memberikan interupsi dan menjelaskan adanya kecacatan dalam mekanisme rapat komisi yang dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018 dan tata tertib DPRD Kota Bekasi sebagai turunannya, pengambilan keputusan DPRD dilakukan dengan muyawarah untuk mufakat, jika tidak tercapai maka dilakukan melalui voting. Namun, voting tidak dilaksanakan.
”Tapi berdasarkan input dari anggota-anggota fraksi Golkar, dikomisi satu, dua, dan tiga. Ini tidak mufakat tapi tidak dilakukan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Buat kami ini sudah cacat,” ungkap anggota Fraksi Golkar, Dariyanto dalam rapat yang berjalan alot tersebut.
Ia meminta kepada pimpinan rapat untuk menunda rapat paripurna, sekaligus dilakukan pemilihan ulang terutama untuk komisi satu, dua, dan tiga sesuai dengan mekanisme yagn benar. Ia mengungkapkan, meskipun partainya tidak mendapatkan jabatan dalam AKD yang dibentuk tersebut, fraksi Golkar Perjuangan menerima keputusan tersebut.
Masukan tersebut disambut oleh interupsi lainnya hingga membanjiri persidangan. Anggota fraksi PDIP, Nicodemus Godjang mengatakan, pemilihan pimpinan komisi sudah dilakukan dengan mekanisme yang benar.
Untuk Komisi satu, pimpinan komisi ditetapkan secara aklamasi dengan menyetujui nama-nama pimpinan yang diajukan oleh lima dari enam fraksi yang ada.
”Jadi sesuai dengan mekanisme dalam rapat tadi khususnya di komisi satu, saya pikir itu sudah merupakan aklamasi, karena dari enam fraksi yang ada, lima fraksi sudah menyetujui paket kita ajukan, tidak ada voting lagi karena sudah aklamasi,” ungkap Nico.
Tidak lama paripurna berlangsung, Politisi PPP Sholihin memasuki ruang rapat paripurna. Ia ikut menghujani interupsi dalam rapat tersebut. Bahkan beberapa kali, Sholohin terlibat perdebatan dengan politisi PDI Perjuangan Nuryadi Darmawan.
Nuryadi menjelaskan, dalam perjalanan komisi tiga, dua orang perwakilan dari partai Golkar Perjuangan walk out. H Edi yang menjadi pimpinan rapat keluar dari ruangan dengan alasan untuk berkonsultasi dengan ketua fraksi atau ketua DPD Partai Golkar.
”Tapi juga jangan lupa, dari 9 orang yang hadir dikomisi tiga itu, sodara haji Edi itu keluar dan menyatakan bahwa apabila, dan ini disepakati. Apabila dalam lima belas menit sodara pimpinan haji Edi tidak hadir maka ketua DPRD dan dua orang wakil ketuanya diperkenankan untuk memimpin di komisi tiga, jadi sudah tidak ada lagi perdebatan,” ungkapnya dengan nada tinggi.
Sementara itu Pengamat politik, Abdul Somad mengatakan, keseimbangan antara DPRD dan Pemerintah masuk kategori labil. Meski begitu, dengan komposisi saat ini, dominasi koalisi Gorkar dan PDIP memiliki peran untuk penyeimbang di pemerintahan ke depan.
”Tepatnya keseimbangan antara DPRD dan pemerintahan. Ya, kalau dari komposisi sebenarnya, pemerintahan kota kuat, karena didukung oleh Golkar dan PDIP di DPRD. Mereka kan koalisinya. Meskipun untuk komisi didominasi oleh partai peraih kursi terbanyak, yakni PKS,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Jumat (4/10).
Jadi, kata Somad, jika melihat koalisi di masing-masing partai peraih kursi legislasi di Kota Bekasi, maka partai yang memiliki kursi paling banyak tidak akan berpengaruh besar. ”Dengan peluang itu, kemungkinan antara DPRD dan Pemerintah akan seimbang,” tuturnya.
Pengamat politik lainnya, Adi Susila punya pandangan berbeda. Ia menilai, kursi DPRD yang didominasi PKS akan memungkinkan bisa mengambil peran lebih banyak. Terlebih, dengan empat kursi di empat komisi yang ada di DPRD Kota Bekasi.
”PKS memikili kursi paling banyak di tiap komisi. Ketua DPRD juga dari PKS. Keseimbangan antara DPRD dan Pemkot Bekasi akan singkron atau seperti apa?, itu tergantung pada ideoligis partai nya,” jelas Adi.
Keseimbangan itu sendiri sangat bergantung pada dinamika hubungan antar partai di tiap anggota dewan yang ada di DPRD. Hubungan yang terjalin, biasanya akan memunculkan ideologis di tiap partai.
”Jadi kita lihat interaksi nya bagaimana. Kalau setahu saya sih, setelah duduk sebagai anggota dewan, mereka rukun-rukun, artinya tidak ada perdebatan ideologi,” harapnya.(sur/dan)
Tags

Posting Komentar

0Komentar

kritis, konstruktif dan solutif

Posting Komentar (0)