ashomadkaffa.my.id
  • BERANDA
  • EDUKASIANA
  • _KADUDIK
  • _INSPIRASI
  • _OPINI
  • _HIKMAH
  • AKADEMIKA
  • _TOERI PUBLIC POLICY
  • _GOVERNANSI DIGITAL
  • _ASAS-ASAS MANAJEMEN
  • _MANAJEMEN RISIKO
  • _ADM PERKANTORAN
  • _JURNAL
  • _BISNIS ONLINE
  • _BLOGGER
  • HANGOUT
  • _WISATA
  • _KULINER
  • PUISI
  • LAYANAN JASA
Beranda RISET OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH [PAD] DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH [PAD] DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Tim Redaksi
personTim Redaksi
Selasa, Maret 03, 2009
0
share



Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan peluang kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar pada pemerintah di tingkat kabupaten dan kota. Pengesahan kedua perangkat peraturan perundang-undangan itu memicu pembuatan peraturan daerah-peraturan daerah (perda) di seluruh wilayah Indonesia. Banyak daerah kabupaten/kota menjadi sangat produktif memproduksi peraturan daerah. Beragam perda dikeluarkan, mulai dari aturan tentang jam malam bagi perempuan (Tangerang), jam belajar siswa SD hingga SMA (Bekasi) dan lain-lain.

Selain perda-perda yang mengatur tata kehidupan, banyak daerah kabupaten/kota juga mengeluarkan perda tentang pajak daerah, retribusi dan sumber pendapatan daerah lainnya. Di antara contoh perda yang mengatur sumber pendapatan pemerintah daerah adalah perda pemungutan retribusi bagi perkawinan kuda dan penyedotan tinja (Solok), pemotongan hewan (Solok dan Tasikmalaya), pedagang di pasar, pemotongan ayam dan pengguna layanan becak (Tasikmalaya), juga pajak salon, hotel dan restoran (Sukabumi). Tentu masih banyak perda-perda yang lain di daerah kabupaten/kota yang berbeda.

Dalam sistem otonomi daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi fokus penting sebagai penunjang dana operasional pemerintah daerah. Untuk daerah-daerah yang miskin sumber daya (sumber daya alam dan sumber daya manusia) peningkatan pendapatan asli daerah diupayakan sedapat mungkin, bahkan dari berbagai macam sektor kehidupan ekonomi masyarakat sampai tingkat yang terkecil. Peningkatan pendapatan asli daerah harus dilakukan secara legal dengan didasarkan pada peraturan. Karena itu, produktifitas perda di masing-masing daerah otonom dapat dilihat sebagai sesuatu yang positif, yakni sebagai respons untuk menata ulang hubungan kekuasaan yang sentralistis menuju desentralistis.

Dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan yang diatur oleh pusat (tersentralisasi) dan bukan menjadi kewenangan pemerintah daerah (desentralisasi) itu ada lima. Yaitu, politik luar negeri, moneter dan fiscal, pertahanan keamanan, peradilan, agama dan kewenangan di bidang lainnya. Otonomi adalah soal pelimpahan kewenangan dalam membuat keputusan. Di era otonomi daerah, pemerintah daerah mendapat kekuasaan penuh untuk memutuskan sendiri kebijakan pengalokasian anggaran daerahnya. Dengan otonomi diharapkan sebagian besar sumber daya yang selama ini dikelola secara terpusat dialihkan kewenangan pengelolaannya kepada daerah sehingga menjadi lebih optimal.

POKOK PERMASALAHAN
Upaya mengalihkan sistem sentralistis menjadi sistem yang desentralistis sebagai wujud dari otonomi daerah, tidaklah mudah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dalam implementasinya menemukan banyak kendala yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Dari bidang politik masalah yang paling menonjol adalah soal pembagian kewenangan antara Bupati/Walikota dengan Gubernur karena peralihan sejumlah kewenangan itu langsung melompat dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota.

Dalam soal anggaran, ternyata banyak daerah otonom yang tidak bisa menghidupi pemerintahannya sendiri karena kurangnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terlebih, belakangan ini sebelum dilakukan moratorium, pemekaran daerah sangat mudah dan kerap tidak banyak memperhatikan aspek sumber daya alam (faktor ekonomi pendapatan asli daerah) dan sumber daya manusia. Akibatnya, pemerintah daerah yang miskin sumber daya ini hanya menunggu dana perimbangan dan pembantuan dari pemerintah pusat untuk bisa menjalankan roda dan operasional pemerintahan daerah. Padahal, diselenggarakannya otonomi daerah, antara lain juga mestinya mengubah pola alokasi dan distribusi sumber-sumber ekonomi, khususnya barang-barang publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota.

Kebijakan otonomi yang mengambil bentuk lompatan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah kabupaten/kota, tidak saja memunculkan masalah politik, tetapi juga masalah ekonomi. Desentralisasi belum berhasil menunjukkan bahwa otonomi menjadikan alokasi dan distribusi barang-barang publik menjadi lebih efisien dan efktif, dan pemerintahan daerah juga belum bisa berjalan optimal dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Akibat kegagalan membuat alokasi dan distribusi ekonomi menjadi lebih efisien dan efektif, maka peningkatan kualitas pelayanan publik yang dijanjikan oleh otonomi juga belum bisa dirasakan masyarakat secara signifikan.

Untuk itu perlu dicari akar permasalahan dan solusi bagaimana daerah otonom dan atau daerah baru hasil pemekaran bisa membiayai belanja daerahnya sendiri. Berbagai pertanyaan pun muncul untuk menjawab permasalahan keuangan daerah itu:

Dalam hal daerah otonom baru hasil pemekaran yang tidak bisa menghidupi pemerintahan daerahnya dapat menerapkan teori amalgamasi. Teori yang menjelaskan tentang aneksasi, merger dan redivisi suatu daerah ke (dalam) daerah lain ini memungkinkan suatu daerah yang sudah terlanjur dimekarkan namun tidak memiliki sumber daya alam (ekonomi) dan sumber daya manusia yang cukup, bisa tetap beroperasi dan membiayai roda pemerintahan dengan baik.

Suatu daerah yang tidak prosfektif secara ekonomi, pemerintah pusat maupun daerah bisa melakukan salah satu atau bahkan menggabungkan dari ketiga alternatif dalam teori amalgamasi tersebut. Suatu daerah yang sudah dimekarkan bisa di-merger karena alasan daerah otonom baru itu tidak prospektif dari berbagai aspek, dan terutama tidak bisa mengurus roda pemerintahan sendiri. Atau daerah itu menganeksasi daerah lain agar memiliki pendapatan daerah.

ANALISIS
Arus mendirikan daerah otonom baru (baca: pemekaran daerah) hingga saat ini masih deras disuarakan oleh para stakeholder daerah-daerah di Indonesia. Banyak alasan dikemukakan untuk memuluskan aspirasi pemekaran daerah, baik secara hitoris, sosiologis dan politis. Namun sayang, pemekaran daerah kerap kali mengabaikan sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah tersebut. Padahal, kedua sumber daya itu sangat penting bagi keberlangsungan daerah baru.

Sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, baik daerah hasil pemekaran baru, atau pun daerah otonom yang sudah berdiri lama, berkewajiban membiayai belanja dan operasional daerahnya masing-masing. Karena itu, keberadaan kedua sumber daya itu mestinya harus benar-benar dikaji secara matang. Soalnya, jika diabaikan, bukan tidak mungkin, daerah otonom itu hanya akan menjadi benalu pemerintah pusat. Daerah otonom yang tidak pandai mencari sumber-sumber pendapatan daerah akan lebih banyak menggantungkan pendapatan daerah dari dana perimbangan pemerintah pusat.

Di sinilah pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri. Secara umum, sumber pendapatan daerah itu diatur oleh Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 157 Undang-undang Pemerintahan Daerah disedbutkan sumber-sumber pendapatan daerah, antara lain:

A. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD; 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4) dan lain-lain PAD yang sah.

B. Dana perimbangan;
C. Dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sebelumnya, dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 pada Pasal 79 disebutkan pula sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari:
A. Sumber pendapatan asli daerah, yaitu: 1) hasil pajak daerah, 2) hasil retribusi daerah 3) hasil perusahaan milik daerah, 4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
B. Dana perimbangan
C. Pinjaman daerah
D. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber-sumber keuangan ini merupakan wewenang pemerintah daerah untuk digali semaksimal mungkin Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya. Pemerintah daerah harus berupaya optimal untuk meningkatkan PAD-nya pada setiap tahun anggaran. Nasib kesejahteraan masyarakat sejak adanya otonomi daerah akan lebih banyak bergantung kepada pemerintah kabupaten/kota.

Dalam usaha meningkatkan pendapatan daerah yang telah disebutkan, pajak yang bisa ditarik pemerintah daerah di antaranya, 1) Pajak Kendaraan Bermotor, 2).Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah /Air Permukaan

Sedangkan retribusi dari pendapatan hasil daerah di antaranya adalah Retribusi Jasa Umum, Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Jasa Pelayanan Tera/Tera Ulang Retribusi Jasa Usaha Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggarahan/Villa, Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Retribusi Perizinan Tertentu, Retribusi Izin Trayek dan Retribusi Pengelolaan Sumber Daya Ikan.

Sementara pendapatan asli daerah dari hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD). Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, seperti 1). Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan, 2). Penerimaan Jasa Giro, 3). Penerimaan Bunga Deposito, 4). Penerimaan Ganti Rugi atas Kerugian, 5). Kehilangan Kekayaan Daerah (TP-TGR), 6). Pendapatan denda Pajak, 7). Pendapatan denda Retribusi, 8). Pendapatan dari Pengembalian, dan 9). Sumbangan Pihak Ketiga.

Belakangan ini, seiring Otonomi Daerah, pemerintah daerah kurang memaksimalkan pendapatan asli daerah dari sektor-sektor tersebut. Sumber-sumber pendapatan asli daerah ini sudah semestinya dioptimalkan, baik dari segi jumlah nilai maupun dari sisi kuantitas pembayar pajak dan retribusi. Begitupun dengan pendapatan daerah dari perusahaan daerah (BUMD) harus dioptimalkan.

Yang terpenting, dalam usaha memaksimalkan pendapatan asli daerah ini adalah melihat dengan cermat, sektor-sektor mana saja yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Tentu saja dengan memperhatikan empat prinsip, yaitu efficiency, equity, neuterality dan administrative feasibility. Keempat prinsip ini penting untuk diperhatikan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah.

Sementara untuk daerah otonom yang tidak bisa lagi meningkatkan sumber pendapatan daerahnya, dan hanya mengandalkan uluran dana dari pemerintah pusat, perlu dipertimbangkan untuk menerapkan amalgamasi pada pemerintah daerah tersebut. Karena biar bagaimanapun, kemandirian dan ketidakmandirian suatu daerah otonom juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat. Jika daerah otonom tidak bisa membiayai belanjanya sendiri, tentu akan menyedot keuangan perimbangan pemerintah pusat. Begitupun jika daerah otonom itu bisa mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya, tentu bisa meringankan belanja pemerintah pusat.

KESIMPULAN
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah terutama, dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah. Pertama, dengan menyempurnakan dan mengoptimalkan penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah yang telah ada serta menerapkan pajak daerah dan retribusi daerah yang baru. Kedua, dengan cara menyempurnakan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah dan retribusi daerah yang telah ada, serta membuat peraturan daerah baru untuk menerapkan pajak daerah dan retribusi daerah yang baru pula.

Dalam penyusunan perda baru tersebut diupayakan sebagai respons terhadap perubahan ketentuan penarikan jenis pajak daerah, retribusi daerah, untuk merespon dimungkinkannya penarikan jenis pajak daerah maupun retribusi daerah baru yang sebelumnya belum diatur oleh peraturan manapun, termasuk oleh pemerintah pusat.

Penyempurnaan administrasi pendapatan daerah menyangkut melakukan reformasi pengaturan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini ditujukan agar para wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah dapat secara optimal memenuhi kewajibannya dengan membayar pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana mestinya. Serangkaian cara dapat dilakukan untuk mewujudkan hal ini, seperti: melakukan perbaikan metode identifikasi, mekanisme registrasi, dan pemungutan; mengembangkan sistem valuasi; merencanakan dengan lebih baik sistem pengawasan, pemungutan, dan pelaporan keuangannya.

Untuk memudahkan optimalisasi pendapatan daerah, maka pajak atau retribusi yang menjadi pendapatan asli daerah itu harus memenuhi empat prinsip, yaitu efficiency, equity, neuterality dan administrative feasibility.

Ada dua kriteria utama yang menjadi acuan dalam menilai kapasitas adminsitratif yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengadminsitrasikan pendapatan asli daerahnya. Dua kriteria tersebut adalah: pertama, realisasi–perkiraan penerimaan yang secara potensial dapat diperoleh dari pajak daerah dan retribusi daerah. Potensi pajak daerah dan retribusi daerah ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa setiap orang atau badan yang memiliki kemampuan untuk membayar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan kewajibannya.

Kedua, biaya–akumulasi sumber daya yang harus dikorbankan terkait dengan upaya pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus lebih menguntungkan ketimbang dari biaya administrasinya. Termasuk tidak optimal jika pajak atau retribusi yang ditarik ternyata lebih besar cost dari pada pendapatan atau keuangan yang masuk ke dalam kas pemerintah daerah.

Kedua kriteria ini terkait dengan efisiensi dan efektifitas administrasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Jika sumber penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah tidak dapat diadministrasikan secara efektif atau efisien, perlu kiranya pemerintah daerah melakukan evaluasi atas pemungutan pajak daerah atau retribusi daerah terpungut atau mencari alternatif-alternatif sumber penerimaan lainnya.






DAFTAR PUSTAKA
Salomo, V. Roy dan M. Ikhsan, Keuangan Daerah di Indonesia, STIA-LAN Press, 2002
Musgrave, Richard A., dan Peggy B Musgrave, Public Finance In Theory and Practice, alih bahasa Drs. Alfonsus Sirait, Ak., dkk., Erlangga, 1991
Eryani, Very., Analisis Penerimaan Pendapatan Asli daerah (PAD) Dalam Kaitannya Dengan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Lampung, Tesis, Magister Managemen, 2006
WRI, Otonomi Daerah dan Anggaran yang Berperspektif Keadilan,
Posted on June 6th, 2007
Chaniago, Andrinove A., Mengiringi Otonomi dengan Restrukturisasi Ekonomi, Jurnal The Habibie Center, Vol. 2, No. 2, Juni - September 2002
Lutfi, Achmad., M. Si., Drs, Administrasi Pendapatan Asli Daerah
(Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), handout, 2008



Lampiran:

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Papua

I. Pengertian
Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembyaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadai atau badan.
Retribusi pemakaian kekayaan Daerah adalah pembayaran atas pemakaian kekayaan Daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak antara lain pemakaian tanah dan bangunan, ruangan, kendaraan/alat-alat berat milik daerah, alat-alat uji di bidang pekerjaan umum, pertambangan, perdagangan dan industri, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain.

II. Dasar Hukum
1. UU RI No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.18 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2. PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;
3. PERDA Provinsi Papua No. 12 Tahun 2002 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

III. Obyek/Subyek/Wajib Retribusi
1. Obyek Retribusi atas pemberian hak pemakaian kekayaan daerah untuk jangka waktu tertentu meliputi pemakaian :
a. Tanah
b. Bangunan
c. Ruangan untuk pesta
d. Kendaraan/alat-alat berat milik Daerah
e. Mobil ambulance dan rumah duka
f. Kekayaan Daerah lainnya.
2. Wajib Retribusi:
Orang pribadi atau Badan yang memperoleh hak untuk menggunakan kekayaan Daerah.
3. Prinsip pengenaan retribusi :
Untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntugan yang pantas diterima oleh pengusaha sejenis yang berorientasi pada harga pasar.
4. Wilayah Pungut :
Dipungut di Daerah tempat pelayanan, pemakaian kekayaan Daerah diberikan.

IV. Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terhutang:
Masa retribusi adalah jangka waktu yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan perjanjian dengan pemakai. Retribusi terhutang terjadi pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen yang dipersamakan.

V. Penetapan Retribusi:
Berdasarkan Surat Pendaftaran Obeyek Retribusi Daerah (SPDORD) ditetapkan retribusi terhutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

VI. Tata cara pembayaran:
Retribusi yang terhutang harus dibayar sekaligus. Pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatau oleh Gubernur. Setiap penerimaan retribusi disetorkan ke Pemegang Kas Pembantu masing-masing instansi atau ke pemegang kas pembantu Dispenda Provinsi Papua).

VII. Tarif Pemakaian Kekayaan Daerah (khusus sewa gedung dan peralatannya) :
1. Dinas Perkebunan:
- Aula TC Waena Rp 150.000/hari
- Aula SADP Kotaraja Rp 100.000/hari
- Kursi Rapat Rp 300/hari/buah
- OHP dan layar Rp 50.000/hari
- Sound System Rp 75.000/hari
- Masing-masing ditambah jasa pelayanan 15%.
2. Dinas Perikanan dan Kelautan
- Aula Rp 250.000/hari
- Kursi rapat Rp 300/hari/buah
- Sound system Rp 75.000/hari
- Masing-masing ditambah jasa pelayanan 15%.
3. Dinas Pemuda dan Olah Raga :
- Aula Ex BP-7 Rp 600.000/1x pakai
- Gedung Olah Raga Cenderawasih
o untuk kepentingan komersil Rp 1.500.000/1x pakai
o untuk kepentingan sosial/agama Rp 300.000/1x pakai
o Masing-masing ditambah jasa pelayanan 15%.
- Lapangan sepakbola Mandala
o untuk kepentingan komersial Rp 5.000.000/1x pakai
o untuk kepentingan sosial/agama Rp 100.000/1x pakai
ditambah jasa pelayanan 15%.

4. Dinas Pendapatan Daerah:
- Gedung aula Rp 250.000/1x pakai
- Peralatan (kursi) Rp 300/hari/buah

5. Dinas Perhubungan :
- Gedung aula Rp 250.000/1x pakai
- Peralatan (kursi) Rp 300/hari/buah
6. Dinas Kesejahteraan Sosial:
Gedung Aula Rp 250.000 untuk pemakai s/d 3 hari lebih dan seterusnya Rp 200.000/hari ditambah jasa pelayanan 15%.
7. Dinas Koperasi dan PKM:
- Gedung aula (Balatkop) Rp 200.000/hari
8. Dinas Kependudukan dan Pemukiman:
- Gedung Aula Rp 150.000/1x pakai
9. Dinas Pertambangan dan Energi:
- Gedung Aula Rp 75.000/hari
10. Dinas Tenaga Kerja:
- Gedung aula Rp 100.000/1x pakai
11. Badan Informasi dan Komunikasi Daerah:
- Gedung aula Rp 260.000/1x pakai
- Jasa pelayanan 15%.
12. Badan DIKLAT:
- Gedung aula Rp 300.000/1x pakai
13. Badan Promosi dan Investasi Daerah:
- Gedung aula Rp 250.000/1x pakai
- Kursi Rp 300/buah/1x pakai
- Merja Rp 500/1x pakai
14. Biro Umum SETDA Provinsi Papua:
- Gedung Sasana Krida Rp 300.000/1x pakai
- AC Rp 50.000/1x pakai
- Pengeras suara Rp 50.000/1x pakai
- Kursi Rp 300/buah/1x pakai
- Kursi sofa/size Rp 20.000/set/1x pakai
- Meja makan Rp 200/buah/1x pakai
Ditambah jasa pelayanan 15%.
15. Gedung Hanggar Sentani : Rp 6.000.000/bulan





Untuk memudahkan para akademikus dalam pensitasian artikel ini, silakan klik di sini. Artikel ini juga diterbitkan di sini 
https://www.researchgate.net/publication/374586589_OPTIMALISASI_PENDAPATAN_DAERAH_PAD_DALAM_SISTEM_OTONOMI_DAERAH_DI_INDONESIA




Tags
JURNALRISET
  • Facebook
  • Twitter
  • Whatsapp
  • Lebih baru

  • Lebih lama

Tampilkan selengkapnya

Posting Komentar

0Komentar

kritis, konstruktif dan solutif

Posting Komentar (0)

Popular Articles

OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH [PAD] DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
JURNAL

OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH [PAD] DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Tim Redaksi Tim RedaksiSelasa, Maret 03, 2009
MISTIS HAJI

MISTIS HAJI

Jumat, Februari 02, 2007
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI KOTA: STUDI KEMACETAN LALULINTAS DI DKI JAKARTA

PEMBANGUNAN TRANSPORTASI KOTA: STUDI KEMACETAN LALULINTAS DI DKI JAKARTA

Selasa, Maret 03, 2009
Prinsip-Prinsip Dasar Digital Government

Prinsip-Prinsip Dasar Digital Government

Rabu, April 06, 2022

Social Plugin

  • facebook
  • whatsapp
  • instagram
  • youtube

Hot Articles

4/footer/recent

more information

Most Recent

ALAT PERAGA SOSIALISASI; KAMPANYE, KETERTIBAN DAN ESTETIKA KOTA

Minggu, Oktober 22, 2023

JAKARTA [TAK LAGI] IBU KOTA, PATUNG SELAMAT DATANG TETAP BAWA BUKET BUNGA DAN LAMBAIKAN TANGAN UNTUK ANDA

Selasa, Januari 28, 2025

NIH, PROGRAM 7 KEBIASAAN ANAK HEBAT INDONESIA!

Rabu, Januari 29, 2025

KOLABORASI PAUL TEUTUL DAN DISCOVERY CHANNEL

Kamis, Oktober 19, 2023

PEMBANGUNAN TRANSPORTASI KOTA: STUDI KEMACETAN LALULINTAS DI DKI JAKARTA

Selasa, Maret 03, 2009
ashomadkaffa.my.id

ashomadkaffa

"Referensi dan Informasi Dunia Pendidikan"
Design by - Blogger Templates | ashomadkaffa.my.id
  • Branda
  • About
  • Korespondensi
  • Privacy Policy

Contact form

Bagikan ke aplikasi lainnya
  • Facebook
  • Twitter
  • Whatsapp
  • Telegram
  • Pinterest
  • LinkedIn
  • Reddit
  • Tumblr
  • Email
  • Copy Post Link