TERIMA-KASIH ALA MAS NARYO

Tim Redaksi
0

MINGGU lalu, saya ketemu Mas Naryo. Di rumahnya, Bekasi. Saya tiba  sekitar pukul 13-an. Saya datang untuk keperluan yang penting.

Bahkan, sangat penting.

Waktu saya tiba di rumahnya, Mas Naryo lagi tak ada di rumah. Lagi di Bintara. Bukan Bintaro. Bintara di Bekasi. Bintaro di Tangerang Selatan.

Saya sudah janji bakal datang siang hari. Tapi memang tak ada kepastian soal waktunya, jam berapa. Pokoknya Sabtu siang. Mas Naryo sendiri ke Bintara sudah sejak pagi. Jadi, tidak salah juga kalau siang itu dia sedang tidak ada di rumah.

Rumah Mas Naryo dua lantai. Saya menunggu di ruang tamu. Disuguhi kopi pahit. Sesuai permintaan saya. Ya, waktu Istri Mas Naryo tanya mau minum apa, saya jawab kopi pahit.

Baca Juga Harta Cuma Titipan

Angin sepoi-sepoi yang masuk lewat pintu yang dibuka lebar, cukup menghibur waktu tunggu itu. Ditambah lagi cerita-cerita Bu Naryo. Tak terasa 'membunuh' waktu tunggu. Akhirnya, yang ditunggu datang juga.

Sebelumnya, saya tak pernah kenal sama sekali dengan pria berusia 54 tahun ini. Saya tahu umur Mas Naryo dari istrinya. Dia cerita banyak soal suaminya. Termasuk masa-masa susah dulu. Sekarang sudah seneng.

Untuk urusan saya kelar dalam waktu singkat. Setelah lihat-lihat, beres. Langsung ditransfer. Tanpa banyak cingcong. Husnudzon. Saling percaya. Selesai.

Yang menarik itu jalan hidup Mas Naryo. Dari cleaning service hingga punya usaha properti sendiri. Bahkan, bekas atasannya di kantor dulu, belajar properti dengan dia. Sekarang sudah bisa jalan sendiri. Sudah dua unit rumah yang dibikinnya laku.

Dulu, Mas Naryo cleaning service. Kemudian, naik jabatan. Tak lama setelah itu dipecat. Hidupnya morat-marit. Pesangonnya yang tak seberapa dipegang erat-erat. Dia khawatir, habis raib begitu saja.

Baca Juga Cara Jitu Bangkit dari Krisis

Tangan Tuhan datang melalui keponannya. Dia diajak kerja bangunan. Tak lama, dia sudah bisa menghitung biaya membangun rumah dan tetek bengek lainnya. Dia pun pamit untuk usaha sendiri.

Tahun 2013 dimulai usahanya. Kini, enam tahun berlalu, kisah hidupnya yang pahit sudah berubah manis. Dalam satu tahun, Mas Naryo rata-rata bisa menjual 15 unit rumah. Keuntungannya variatif. Tergantung tipe dan lokasi unit.

“Paling cepet (laris) di Bintara. Baru fondasi (rumah) aja, sudah ada yang beli,” kata Mas Naryo.

Mas Naryo cerita, kenapa usahanya cepat tumbuh. “Banyak-banyak berterima-kasih. Kita terima rezeki dari Allah, kita kasih lagi sama yang berhak. Terima-kasih jangan cuma di mulut, tapi juga di hati dan perbuatan. Hati bersyukur. Mulut berucap. Tangan memberi,” katanya.

Baca Juga Bekerja dan Optimis

Dalam satu bulan, Mas Naryo menghabiskan Rp 10 juta untuk zakat, infak dan sedekah. “Ini masih ada,” katanya sembari menunjukkan amplop yang diambilnya dari tas pinggangnya.

Banyak ‘amalan’ yang dilakoni Mas Naryo. Dari ceritanya, rasanya, rata-rata banyak yang sudah tahu. Bedanya, Mas Naryo lebih banyak praktik, ketimbang berteori. Termasuk soal terima-kasih. Banyak yang tahu, memberi (sedekah) banyak mukjizatnya. The miracle of charity. The miracle of giving.

Tags

Posting Komentar

0Komentar

kritis, konstruktif dan solutif

Posting Komentar (0)