Saudaraku, berpuasa bukan cuma untuk menahan lapar, dahaga dan menjauhkan pandangan dari kemaksiatan. Tapi jauh lebih dalam dari itu. Berpuasa harus memiliki implikasi sosial. Berpuasa harus berwujud menjadi kearifan dan kesalihan sosial.
Saudaraku, saat ini ada fenomena yang paling miris di depan mata kita semua. Amati dan cermati setiap berita di media cetak dan elektronik. Bertapa membludaknya rakyat miskin di Indonesia. Mereka berjubal-jubal di kantor pos dan kantor kecamatan. Ada yang di antara mereka yang dirawat di rumah sakit karena terinjak-injak, dan ada pula yang harus meregang nyawa hanya untuk mendapatkan uang Rp 300 ribu—dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak itu.
Saudaraku, itulah kemiskinan yang nyata. Tidakkah hati saudaraku tergugah terhadap masalah ini. Tidak elok kalau kemiskinan di luar negeri nun jauh di sana kita teriakkan lantang-lantang, tapi kemiskinan dalam negeri tak pernah kita persoalkan.
Saudaraku, bukankah saudaraku sudah merasakan lapar dan haus akibat tidak makan? Sesungguhnya, rakyat miskin negeri ini jauh lebih lapar, karena mereka boleh jadi tidak pernah sahur. Bahkan, kelaparan itu sudah menjadi selimut hidup yang tak pernah terlepas. Saudaraku berbagilah dengan kekayaan yang sekarang saudaraku miliki.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya al Qur’an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya al Qur’an. Rasulullah SAW ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dengan tambahan, “Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya.”
Saudaraku, jadilah plagiat sejati kesalihan Muhammad Rasulallah. Dipastikan tidak akan sengsara apalagi masuk penjara kerena mencontek. Ingatlah saudaraku, tiga hal yang tidak terdapat dalam bulan lain. Bulan Ramadhan itu dibagi dalam tiga fase; Magfirah, Rahmah dan ‘Idkun Minanar (dijauhkan dari api neraka). Puasa harus membuat kita saleh spiritual dan saleh sosial.
Saudaraku, saat ini ada fenomena yang paling miris di depan mata kita semua. Amati dan cermati setiap berita di media cetak dan elektronik. Bertapa membludaknya rakyat miskin di Indonesia. Mereka berjubal-jubal di kantor pos dan kantor kecamatan. Ada yang di antara mereka yang dirawat di rumah sakit karena terinjak-injak, dan ada pula yang harus meregang nyawa hanya untuk mendapatkan uang Rp 300 ribu—dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak itu.
Saudaraku, itulah kemiskinan yang nyata. Tidakkah hati saudaraku tergugah terhadap masalah ini. Tidak elok kalau kemiskinan di luar negeri nun jauh di sana kita teriakkan lantang-lantang, tapi kemiskinan dalam negeri tak pernah kita persoalkan.
Saudaraku, bukankah saudaraku sudah merasakan lapar dan haus akibat tidak makan? Sesungguhnya, rakyat miskin negeri ini jauh lebih lapar, karena mereka boleh jadi tidak pernah sahur. Bahkan, kelaparan itu sudah menjadi selimut hidup yang tak pernah terlepas. Saudaraku berbagilah dengan kekayaan yang sekarang saudaraku miliki.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya al Qur’an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya al Qur’an. Rasulullah SAW ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dengan tambahan, “Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya.”
Saudaraku, jadilah plagiat sejati kesalihan Muhammad Rasulallah. Dipastikan tidak akan sengsara apalagi masuk penjara kerena mencontek. Ingatlah saudaraku, tiga hal yang tidak terdapat dalam bulan lain. Bulan Ramadhan itu dibagi dalam tiga fase; Magfirah, Rahmah dan ‘Idkun Minanar (dijauhkan dari api neraka). Puasa harus membuat kita saleh spiritual dan saleh sosial.
kritis, konstruktif dan solutif