Konsep Dasar Manajemen Risiko Perkantoran

Tim Redaksi
0

 



BAB 1

KONSEP DASAR

MANAJEMEN RISIKO PERKANTORAN


Oleh: Abdul Shomad, M.A


Tujuan Instruksional Umum

  1. Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar manajemen risiko perkantoran.
  2. Mahasiswa memahami tentang konsep dasar manajemen perkantoran.
  3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manajemen risiko perkantoran.


Tujuan Instruksional Khusus

  1. Mahasiswa dapat menjelaskan apa itu risiko dan risiko perkantoran.
  2. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkung dan tujuan manajemen risiko perkantoran.
  3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menyebutkan elemen-elemen risiko perkantoran.

 

 

 

BAB I

KONSEP DASAR

MANAJEMEN RISIKO PERKANTORAN



R

isiko, sejatinya ada di mana saja, kapan saja, dan pada apa saja. Risiko berkelindan dalam semua aktivitas manusia, baik secara individual, sosial-politik-kemasyarakatan, ekonomi, agama dan lain sebagainya. Berak­tifitas atau berdiam diri saja, juga ada risikonya. Di dunia ini tak ada yang tidak berisiko. Semuanya berisiko. Risiko kecil, sedang maupun besar. Risiko fisik dan nonfisik. Risiko material dan non-material. Risiko jasmaniah dan rohaniah. Semuanya ada risikonya.

Pada sektor perkantoran pun demikian, ada risikonya. Mengurus dan mengelola aktifitas dan kegiatan kantor bukan berarti aman-aman saja tanpa risiko. Risikonya bisa besar, sedang, bahkan juga kecil. Misalnya, dalam mengelola surat menyurat, tampak seperti tidak ada risikonya, padahal ada risikonya. Bagaimana jika ketika membuat surat, tanggal pertemuan yang ditulis salah? Bagaimana jika suratnya tidak sampai ke tangan orang atau institusi yang diundang? Bagaimana jika suratnya basah terkena hujan sewaktu dalam proses pengiriman, kare­na orang atau kantor yang dituju jauh dan pembawa surat [messenger] menggunakan kendaraan motor?

Lalu, bagaimana kita tahu berapa banyak jumlah aset kantor ka­lau tidak pernah dicatatkan. Atau aset kantor dicatatkan, tetapi dengan pencatatan yang tidak benar. Atau menghitung tingkat keterpakaian [life time] aset kantor untuk kemudian diganti dengan aset baru dan lebih baik lagi. Semuanya ada risiko yang harus diperhitungkan.

Risiko bukan tidak mungkin ditiadakan. Paling sederhananya, risiko bisa diminimalisir. Yaitu dengan cara mengelola [to manage] risiko itu sendiri. Ada banyak cara untuk mengelola risiko. Namun, tidak semua risiko bisa dikelola dengan cara serupa. Boleh jadi satu cara cocok diterapkan untuk mengelola risiko tertentu, tetapi tidak ‘cespleng’ untuk kasus [case] yang lainnya.

 

I.            Definisi

Pengertian atau definisi manajemen risiko sejauh ini dipahami sangat umum, bahkan lebih fokus pada urusan-urusan ekonomi dan tidak fokus pada risiko perkantoran. Misalnya saja, Smith [1990] mendefinisi­kan manajemen risiko sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah peru-sahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.

Menurut Darmawi [2014], manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Sedangkan Bramantyo [2008], manajemen risiko adalah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko.

Norshworthy [2000] menjelaskan manajemen risiko sebagai Implementation of measures aimed at reducin the like lihood of those threats occuring and minimissing any damage if they do…” Yaitu, suatu implementasi dari tindakan untuk mengurangi kemungkinan ancaman atau bahaya dan meminimalisasi kerusakan jika ancaman atau bahaya tersebut terjadi. Bagi Norshworthy, manajemen risiko didasarkan pada dua hal; analisis risiko dan pengendalian risiko. Implementasi pengendalian risiko harus menghasilkan keseimbangan antara kegunaan dan biaya.

James Lam [2004: ] lebih memfokuskan manajemen risiko pada urusan ekonomi. Bagi James, pengelolaan risiko adalah bagaimana mengelola kredit, risiko pasar, modal ekonomis, dan transfer risiko. Kegiatan-kegiatan tersebut [mengelola kredit, risiko pasar, modal ekonomis, dan transfer risiko] dimaksudkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam pengelolaannya, James menekankan penggunaan kerangka yang komprehensif dan terintegrasi.

Secara umum, sangat jarang para ahli yang membahas manajemen risiko yang hanya berfokus pada masalah perkantoran saja. Kebanyakan ahli lebih menyoroti manajemen risiko dengan titik tekan pembahasan tentang proyek infrastruktur, ekonomi dan keuangan. Kendati begitu, kajian para ahli manajemen risiko masih dapat dijadikan pijakan untuk memahami konsep dasar manajemen risiko perkantoran. Hanafi [2016: ] menyoroti manajemen risiko pada tiga hal. Pertama, manajemen risiko sebagai suatu sistem pengelolaan risiko. Kedua, sistem pengelolaan risiko dilakukan secara komprehensif. Dan ketiga, pengelolaan risiko untuk tujuan meningkatkan nilai [value] perusahaan.

Djojo Soedarso [2003] mendefinisikan manajemen risiko sebagai penerapan fungsi manajemen secara umum untuk memetakan masalah dan solusinya yang terjadi di dalam sebuah organisasi perusahaan maupun keluarga dan masyarakat. Menurut Djohanputro [2008] manajemen risiko adalah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan memonitor dan mengendalikan penanganan risiko.

Menurut Siagian dan Sekarsari [2001] manajemen risiko adalah pe-ngelolaan risiko luas tidak hanya terfokus pada pembelian asuransi tapi juga harus mengelola keseluruhan risiko-risiko organisasi. Menurut Fahmi [2010] manajemen risiko adalah satu disiplin ilmu yang mempelajari ten-tang tindakan-tindakan organisasi dalam mengatasi masalah berbasis mana-jemen yang sistematis dan menyeluruh.

Terdapat garis merah yang sama antar definisi yang dikemuka­kan para ahli tersebut di atas, kendatipun fokus bahasannya berbeda. Bahwa titik tekannya ada pada sistem, manajerial dan risiko organisasi. Karena itu, untuk lebih fokus pada pembahasan manajemen risiko perkantoran, perlu dipamahi lebih dulu tentang definisi manajemen risiko perkantoran itu sendiri. Menurut penulis, manajemen risiko perkantoran adalah:

“Seperangkat kebijakan yang komprehensif yang dimiliki organisasi, untuk mengelola aset kantor; baik fisik mau-pun nonfisik, dalam upaya mengelola atau mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko dan untuk memaksimumkan nilai [values] organisasi.

Dengan definisi di atas, penulis menyoroti manajemen risiko perkantoran pada empat hal. Yaitu; 1]. Seperangkat kebijakan yang komprehensif. 2]. Untuk mengelola aset kantor baik fisik maupun nonfisik. 3]. Untuk mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko. 4]. Dan untuk memaksimumkan nilai [values] organisasi. Keempat point tersebut akan dibahas lagi secara lebih mendalam dan detail pada bab [pembahasan] berikutnya. 

II.     Ruang Lingkup

Manajemen Risiko Perkantoran memfokuskan pembahasan pada persoalan-persoalan atau urusan dan aktifitas perkantoran saja. Perkantoran merupakan kata benda, dengan kata dasar kantor. Perkantoran bentukan kata dengan imbuhan per dan akhiran an; per-kantor-an. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], perkantoran memiliki dua makna. Pertama, hal yang berkaitan dengan kantor. Kedua, perkantoran bermakna kompleks atau tempat berkantor.

Ruang lingkup bahasan Manajemen Risiko Perkantoran mencakup pada semua elemen kantor; baik fisik [hard asset] maupun nonfisik [soft asset]. Adapun yang terkait dengan elemen kantor fisik [hard asset] adalah gedung atau kantor, tanah, dan kepemilikan inventaris kantor [kursi, meja, pesawat telepon, komputer, printer, mobil, motor dan lain-lain]. Pembahasan pada elemen kantor fisik ini terkait dengan bagaimana menghindari atau meminimalisir risiko pengelolaan aset kantor tidak bergerak. Yaitu meliputi perencanaan pembelian, pencatatan, distribusi-alokasi dan penghapusan aset kantor. Termasuk juga pengelolaan administrasi [surat menyurat] dan risiko kerugian secara ekonomi.

Pada hal yang berkaitan dengan nonfisik [soft asset] kantor terkait dengan bagaimana sebuah kantor dikelola. Pembahasan ini tekait dengan sistem dan manajemen kantor. Yaitu meliputi perencanaan rekuitmen tenaga kerja, penjadwalan jam kerja dan produktivitas, dan manajemen konflik. Termasuk juga pada pelayanan pelanggan [costumer services].

III.    Fungsi dan Tujuan

Ada tiga fungsi utama Manajemen Risiko Perkantoran. Pertama, untuk melakukan pengelolaan risiko secara komprehensif terhadap aset kantor; baik fisik maupun nonfisik. Kedua, untuk melakukan pengendalian eksposur organisasi terhadap risiko. Dan ketiga, untuk memaksimumkan nilai aset [value] organisasi. Dari ketiga fungsi Mana­jemen Risiko Perkantoran tersebut bertujuan untuk menciptakan nilai [value] organisasi/perusahaan. Jika sudah memiliki nilai, namun nilainya kecil, perlu diciptakan per­tambahan nilai [added value]. Jika nilai produk sudah maksium, maka yang dapat dilakukan adalah dua hal; 1] menjaga nilai yang sudah maksimum supaya tidak merosot atau turun, 2] menciptakan deferensiasi produk sehingga menciptakan nilai baru.

Tabel 1

Fungsi Utama Manajemen Risiko Perkantoran

 


IV.    Elemen

Untuk mencapai tujuan Manajemen Risiko Perkantoran, ada elemen-elemen yang harus dipenuhi. Terdapat dua elemen yang diperlukan untuk mencapai tujuan Manajemen Risiko Perkantoran. Yaitu, prasarana lunak [software] dan prasarana keras [hardware]. Prasarana lunak [software] terkait dengan mind risk [budaya sadar risiko] untuk anggota organisasi dan du-kungan manajemen. Sedangkan prasarana keras [hardware] terkait dengan kepemilikan properti atau aset fisik kantor.

IV.1. Budaya Sadar Risiko

Setiap organisasi [publik dan private] memiliki budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik merupakan budaya yang lahir dari cipta karsa organisasi itu sendiri. Budaya organisasi yang diciptakan organisasi meniscayakan untuk tujuan keteraturan dan benefit [keuntungan] organisasi. Misalnya saja budaya masuk dan pulang kerja kantor. Ketentuan masuk kantor, misalnya, pukul 8.00 WIB dan pulang kantor pukul 16.00 WIB, merupakan peraturan yang dicipta-karsakan oleh organisasi atau kantor. Tujuannya untuk keteraturan dan optimalisasi produktivitas. Pada organisasi private, optimalisasi produktivitas berujung pada keuntungan atau laba perusahaan. Sedangkan pada organisasi publik, optimalisasi produktivitas berarti maksimalisasi layanan dan kepuasan masyarakat.

Salah satu yang kerap luput dari organisasi adalah penanaman budaya sadar risiko kepada seluruh pekerja atau karyawan. Kealfaan organisasi menciptakarsakan budaya sadar risiko karena memang budaya ini berbeda dengan budaya-budaya organisasi pada umumnya. Budaya organisasi umumnya bisa dilakukan dengan kebijakan atau fisik. Misalnya saja, budaya masuk kerja dapat dilakukan dengan cara pemberitahuan melalui surat edaran. Budaya masuk dan pulang kerja, sudah tertulis dalam peraturan organisasi. Begitu juga budaya berpakaian, juga sudah ditentukan sejak dari awal.

Namun, budaya sadar risiko harus lahir dari mindsett atau cara pandang. Dan cara pandang tercipta dari brain storming baik dengan cara pendidikan dan pelatihan, maupun up grading terhadap para pekerja atau karyawan. Budaya sadar risiko harus tertanam pada semua para pekerja atau karyawan di semua level struktur organisasi. Tidak ada satu level pun yang tidak memiliki risiko. Semua level pekerjaan dan posisi atau jabatan ada risikonya masing-masing.

Dengan penamanan kesadaran risiko, semua pekerja di setiap level struktur organisasi akan bekerja secara rasional dan penuh kehati-hatian [prudent]. Sikap rasional dan kehati-hatian perlu selalu digandengkan agar setiap kali melakukan pekerjaan [aktifitas] dilakukan dengan terukur dan penuh kesadaran. Ada kalanya pekerja atau karyawan yang bekerja sangat hati-hati justru menurunkan tingkat produktifitas. Hal itu terjadi karena sikap kehati-hatian yang dibarengi dengan pertimbangan perasaan atau intiusi yang berlebihan. Sejatinya, rasionalitas yang terukur justru menghitung semua pekerjaan dilakukan secara matang. Sementara sikap kehati-hatian diterapkan pada implementasi kebijakan yang dilahirkan secara rasional.

IV.2.  Aset Keras

Besar-kecil, terkenal-tidak terkenal sebuah organisasi pasti me-miliki aset dalam bentuk fisik.  Aset fisik disebut juga aset keras [hard asset] atau properti. Hanya saja, aset organisasi besar tidak sama dengan aset organisasi kecil, baik secara kuanti­tas maupun kualitas. Organisasi besar memiliki aset yang banyak secara kuantitas dan atau secara kualitas. Organisasi kecil memiliki aset yang sedikit dan kuali-tas yang tidak sama dengan organisasi besar.

Namun, organisasi besar-kecil, terkenal dan tidak terke­nal, semuanya memiliki risiko. Sifat risiko itu sejajar-segaris lurus [linier] dengan ukuran [size] organisasi. Organisasi kecil memiliki risiko kecil. Begitu pula organisasi besar, memiliki risiko yang besar pula. Hanya saja, besar-kecil risiko sangat tergantung pada size [ukuran] organisasi. Bagi organisasi kecil, boleh jadi risiko yang tanggungnya besar, namun kecil jika dilihat oleh organisasi besar.

 

 

SOAL:

  1. Apa itu risiko dan risiko perkantoran?
  2. Silakan jelaskan ruang lingkup, fungsi dan tujuan manajemen risiko perkantoran.
  3. Sebutkan elemen-elemen apa saja yang terdapat pada risiko perkantoran.

 

REFERENSI

James Lam, 2004 Enterprise Risk Management, Wiley

SBC Warburg, 2004. The Practice of Risk Management, Euromoney Book.

Mamduh M Hanafi, Manajemen Risiko, UPP STIM YKPN, 2016

https://accurate.id/marketing-manajemen/pengertian-lengkap-manajemen-risiko/ diunduh pada Minggu, 4 April 2021


Posting Komentar

0Komentar

kritis, konstruktif dan solutif

Posting Komentar (0)